Minggu, 03 Agustus 2008

TUGAS UAS KONTEM

REGULASI TELEPON SELULER

ABSRTAKSI

Persaingan industri di bidang telekomunikasi khususnya telepon seluler yang kini sudah menjamur di Indonesia, sudah menyebabkan dampak yang menguntungkan dan merugikan bagi masyarakat yang aktif menggunakan telepon seluler. Menguntungjan, dimana saat adanya persaingan yang ketat antara operator. Operator baru yang berani memasang harga jual yang lebih murah daripada operator yang lain sebagai harga promosi operator tersebut. Sedangkan operator yang sudah lama berani menyaingi harga promosi operator baru, dengan kata lain operator lama telah menjual harga mereka dengan harga jual yang lebih murah dari harga tarif sebelunya. Disini saat yang menguntungkan karena konsumen dapat menggunakan kesempatan seperti itu untuk berkomunikasi dengan harga yang lebih murah dari biasanya. Merugikan, dimana telah terjadi pelanggaran yang dilakukan beberapa operator. Beberapa operator telah terbukti melakukan pengkartelan tarif sms maupun telepon. Hal ini merupakan tindak manipulasi bisnis yang dilakukan mereka (operator) karena mereka sepakat untuk menentukan tarif sms yang harganya lebih mahal dari harga aslinya. Dan jika dibandingkan dengan Negara lain, Indonesia paling mahal tarif smsnya daripada negara lain.

I. LATAR BELAKANG

Persaingan di segala bidang industri sudah tidak dapat dikontrol lagi. Jumlah perindustrian swasta maupun dalam negeri kian hari kian banyak. Begitu juga perindustrian dalam bidang telekomunikasi di Indonesia. Perindustrian dalam bidang ini dapat dikatakan sukses dari tahun ke tahun. Dahulu di Indonesia terdapat satu operator telepon seluler yang merajai perindustrian ini. PT Satelit Palapa Indonesia (Satelindo) ialah anak perusahaan PT.Indosat Tbk yang bergerak dalam bidang telekomunikasi seluler GSM. Satelindo didirikan pada tahun 1993 (mula beroperasi pada tahun 1994 sebagai operator GSM). Ia merupakan operator GSM pertama di Indonesia yang menyediakan layanan komunikasi bergerak dengan kartunya yaitu Mentari dan Matrix. Harga satu perdana mencapai 500.000 rupiah.

Sejalan dengan berkembangnya waktu dan teknologi, lalu muncul perindustrian yang bergerak di bidang telekomunikasi telepon seluler juga, yaitu PT Telkomsel adalah sebuah perusahaan operator telekomunikasi seluler di Indonesia. Telkomsel merupakan operator telekomunikasi seluler GSM kedua di Indonesia, dengan layanan paskabayarnya yang diluncurkan pada tanggal 26 Mei 1995. Kemudian pada November 1997 Telkomsel menjadi operator seluler pertama di Asia yang menawarkan layanan prabayar GSM. Telkomsel ini mengklaim sebagai operator telekomunikasi seluler terbesar di Indonesia, dengan 26,9 juta pelanggan dan memiliki market share sebesar 55%. Telkomsel memiliki tiga produk GSM yaitu SimPATI (prabayar), KartuAS (prabayar), serta KartuHALO (paskabayar). Saat ini saham Telkomsel dimiliki oleh TELKOM (65%) dan perusahaan telekomunikasi Singapura SingTel (35%). TELKOM merupakan BUMN Indonesia yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Republik Indonesia, sedang SingTel merupakan perusahaan yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Singapura.

Sejalan dengan berjalannya waktu dan teknologi di Indonesia Sejalan dengan berkembangnya teknologi komunikasi, banyak operator telepon seluler yang menawarkan keuntungan seperti roaming gratis, tarif telepon interlokal sama dengan tarif local, GPRS, bonus pulsa 3G, bahkan Telkomsel akan meluncurkan 3.5G dan lainnya. Bermunculanlah beraneka perindustrian telekomunikasi karena perrsaingan yang begitu ketat karena kemudahan – kemudahan yang diminati oleh konsumen. Hingga saat ini di Indonesia telah hadir 10 operator yaitu Telkom, Telkomsel, Indosat, Excelcomindo (XL), Hutchison (3), Sinar Mas Telecom, Sampoerna Telecommunication, Bakrie Telecom (Esia), Mobile-8 (Fren), dan Natrindo Telepon Selular. Namun dari sepuluh operator itu hanya 3 operator yang memiliki pasar lebih dari 5 persen yaitu Telkomsel, Indosat dan Excelcomindo. Hal ini menyebabkan tingkat persaingan antar operator di Indonesia mengalami peningkatan. Sementara para pelanggan telepon seluler juga menikmati manfaat dari persaingan tersebut.

Perlu dapat diketahui bahwa untuk mendirikan suatu perindustrian telekomunikasi melalui beberapa syarat dan prosedur – prosedur perizinan penyelenggara telekomunikasi, sebagai berikut :

* SELEKSI

* Untuk penyelenggaraan jaringan telekomunikasi yang memerlukan alokasi spektrum frekuensi tertentu dan atau memerlukan kode akses jaringan (Jartap Lokal, SLJJ, SLI dan Jaringan Bergerak Seluler)

* Jumlah Penyelenggara dibatasi v Dirjen Postel membentuk Tim seleksi

* Izin Prinsip diterbitkan kepada pemenang seleksi

* Izin Prinsip berlaku selama-lamanya 3 (tiga) tahun, dapat diperpanjang 1 (satu) kali dengan masa berlaku selama-lamanya sampai dengan 1 (satu) tahun

* Izin Penyelenggaraan diterbitkan setelah sarana dan prasarana yang dibangun oleh pemilik izin prinsip dinyatakan laik operasi

* Izin penyelenggaraan tidak berbatas waktu berlaku, tetapi setiap 5 (lima) tahun [dalam Modern Licensing yang baru 1 (satu) tahun] dilakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap pemenuhan kewajiban pemilik izin.

* Izin Prinsip dan Izin Penyelenggaraan untuk jenis penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan jasa teleponi dasar diterbitkan oleh Menteri.

* Memasukkan Perlindungan Konsumen (UU No. 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen).

* Memasukkan klausul denda terhadap keterlambatan pembangunan (KEPPRES No. 80/2003 tentang Pengadaan Barang dan Jasa) serta denda terhadap keterlambatan PNBP (UU No. 20/1997 tentang PNBP).

* EVALUASI

* Untuk penyelenggaraan jaringan telekomunikasi yang tidak memerlukan alokasi spektrum frekuensi tertentu dan atau memerlukan kode akses jaringan (Jaringan Tetap Tertutup, Jaringan Bergerak Satelit, dan Jaringan Bergerak Terestrial).

* Untuk peyelenggaraan Jasa Teleponi Dasar.

* Untuk peyelenggaraan Jasa Nilai Tambah Teleponi dan Jasa Multimedia.

* Untuk peyelenggaraan Telekomunikasi Khusus.

* Dirjen Postel membentuk tim evaluasi.

* Izin Prinsip diterbitkan kepada pemohon yang memenuhi syarat.

* Izin Prinsip berlaku selama-lamanya 1 (satu) tahun, dapat diperpanjang 1 (satu) kali dengan masa berlaku selama-lamanya sampai dengan 6 (enam) bulan.

* Izin Penyelenggaraan diterbitkan setelah sarana dan prasarana yang dibangun oleh pemilik izin prinsip dinyatakan laik operasi.

* Izin penyelenggaraan tidak berbatas waktu berlaku, tetapi setiap 5 (lima) tahun [dalam Modern Licensing yang baru 1 (satu) tahun] dilakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap pemenuhan kewajiban pemilik izin.

* Izin Prinsip dan Izin Penyelenggaraan untuk jenis penyelenggaraan jasa nilai tambah teleponi, jasa multimedia dan telekomunikasi khusus diterbitkan oleh Dirjen Postel.

* Memasukkan Perlindungan Konsumen (UU No. 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen).

* Memasukkan klausul denda terhadap keterlambatan pembangunan (KEPPRES No. 80/2003 tentang Pengadaan Barang dan Jasa) serta denda terhadap keterlambatan PNBP (UU No. 20/1997 tentang PNBP).

PeriZinan yang modern

* ● Bersifat Kontraktual/Kesepakatan

* Mengatur hal-hal :

* - Hak Pemilik Izin;

* - Kewajiban Pemilik Izin;

* - Sanksi;

* ● Kepastian waktu:

* - Masa Laku Izin Prinsip;

* - Kepastian Pelaksanaan ULO;

* - Kepastian Pengajuan Izin Penyelenggaraan

* - Kepastian melakukan Lounching/Komersial

● Memberikan Kepastian Hukum

Saat ini persaingan antara operator telekomunikasi di Indonesia sangat ketat dan terjadi perang harga diantara mereka. Perkembanagn akhir – akhir ini menunjukkan persaingan dengan menawarkan pulsa ataupun layanan pesan singkat (SMS) gratis dengan kondisi tertentu juga terjadi.hal ini wajar pada tahap awal perkembangan pasar yang masih mencari keseimbangan. Hasil penelitian yang dikeluarkan Agustus 2007 itu menyebutkan, berdasarkan data oktober 2006 PT. Bakrie Telecom (Esia) adalah operator yang menetapkan harga murah (Rp.50 per menit antar pelanggan operator yang sama), dan Rp.800 per menit untuk panggilan ke panggilan ke pelanggan (dengan operator lain). Sedangkan untuk telepon bergerak,PT Mobile-8 (Fren) tarifnya Rp.275 untuk menit pertama dan Rp14 untuk tiap menit berikutnya untuk sesama operator, dan Rp 800 per menit untuk panggilan keluar operator.

Selain itu tarif promosi juga banyak dilakukan oleh operator, di antaranya PT Excelcomindo Pratama menurunkan tarifnya sebesar kira-kira Rp149 per 30 detik, sementara Simpati (PT Telkomsel) memberlakukan tarif Rp300 per menit untuk pelanggan yang melakukan panggilan antara pukul 23.00 hingga 07.00.

PT Indosat (Mentari) bahkan memberikan gratis kepada pelanggan yang melakukan panggilan antara pukul 00.00 hingga 05.00. Gambaran tersebut mengindikasikan bahwa industri telekomunikasi baik untuk jaringan tetap tanpa kabel dan seluler di Indonesia pada saat ini telah memasuki situasi "perang tarif", sementara para operator baru berusaha memaksimalkan kapasitas jaringan yang dimilikinya.

Jelas dapat dilihat bahwa keempat operator tersebut menggunakan strategi tarif murah untuk menyaingi pesaingnya. Jadi dapat dilihat bahwa new comer (pendatang baru) menggunakan tarif rendah untuk penetrasi pasar. Demikian juga pemain lama (incumbent) juga tidak mau kalah, mereka menerapkan hal yang sama sehingga persng harga antara operator sudah tidak terelakkan lagi.

Namun ternyata kompetisi telekomunikasi jauh panggang dari api. Muncul banyak pihak meminta dibentuknya badan regulasi independen. Sebuah Badan Regulasi Mandiri (IRB-Independent Regulatory Body) yang diharapkan dapat melindungi kepentingan publik (pengguna telekomunikasi) dan mendukung serta melindungi kompetisi bisnis telekomunikasi sehingga menjadi sehat, efisien dan menarik para investor. Tanggal 11 Juli 2003 akhirnya pemerintah mengeluarkan Keputusan Menteri Perhubungan No. 31/2003 tentang penetapan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI). BRTI adalah terjemahan IRB versi pemerintah yang diharapkan pada akhirnya menjadi suatu Badan Regulasi yang ideal.

Namun lepas dari itu semua, ada saja pelanggaran yang dilakukan oleh bebarapa operator telepon seluler dalam persaingan perindustrian telekomunikasi di Indonesia, yang telah merugikan konsumen hingga ratusan hingga milyaran rupiah. Bagaimanakah system kerja dari lembaga yang seharusnya mengawasi persaingan industri telekominikasi khususnya telepon seluler yang sudah banyak diminati masyarakat kebanyakan.

II. PERUMUSAN MASALAH

a. Bagaimanakah system regulasi di Indonesia?

b. Bagaimanakah bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh operator telepon seluler?

III. TEORI YANG DIGUNAKAN

Dalam kasus ini, penulis menggunakan teori ekonomi dan politik telekomunikasi. Dalam teori ekonomi, sudah seharusnya memperhatikan prilaku konsumen. Maksudnya adalah, jika ingin memproduksi barang, maka produsen harusnya memperhatikan prilaku konsumen. Setiap konsumen berusaha mengalokasikan penghasilan yang terbatas jumlahnya untuk membeli barang dan jasa yang tersedia di pasar begitu rupa sehinga tingkat kepuasan yang diperolehnya maksimum. Singkatnya setiap konsumen mengatur pembeliannya sebegitu rupa untuk memaksimir kepuasan dengan batasan penghasilannya yang tertentu itu. Tingkat permintaan konsumen akan jasa telekomunikasi sangat tinggi, sehingga mulai bermunculan operator – opertor yang bergerak dalam biadang telekomunikasi di Indonesia. Adanya persaingan bisnis yang begitu ketat memungkinkan untuk bertindak curang untuk meraup keuntungan yang lebih besar dari biasanya.

Kaitannya dengan politik yaitu pada sub politik berkaitan dengan kekuasaan. Operator – operator telepon seluler berlomba – lomba untuk mendapatkan kekuasaan dalam pasar telekomunikasi, berbagai macam carapun dilakukan untuk dapat menguasai pasaran telekomunikasi di Indonesia dengan pesaing – pesaing yang begitu banyak. Sekalipun cara itu dengan melanggar peraturan dalam bisnis telekomunikasi.

IV. PEMBAHASAN

Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia atau BRTI memiliki fungsi untuk melindungi konsumen dari persaingan perindustrian di Indonesia.

Fungsi BRTI :

I. Pengaturan, meliputi penyusunan dan penetapan ketentuan penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan penyelenggaraan jasa telekomunikasi, yaitu :

  1. Perizinan penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan penyelenggaraan jasa telekomunikasi;
  2. Standar kinerja operasi;
  3. Standar kualitas layanan;
  4. Biaya interkoneksi;
  5. Standar alat dan perangkat telekomunikasi.

II. Pengawasan terhadap penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan penyelenggaraan jasa telekomunikasi, yaitu :

  1. Kinerja operasi;
  2. Persaingan usaha;
  3. Penggunaan alat dan perangkat telekomunikasi.

III. Pengendalian terhadap penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan penyelenggaraan jasa telekomunikasi, yaitu :

  1. Penyelesaian perselisihan antar penyelenggara jaringan telekomunikasi dan penyelenggara jasa telekomunikasi;
  2. Penggunaan alat dan perangkat telekomunikasi;
  3. Penerapan standar kualitas layanan.

BRTI juga mempunyai wewenang yaitu:

I. Wewenang Pengaturan

* - Menyusun dan menetapkan ketentuan tentang perizinan jaringan dan jasa

telekomunikasi yang dikompetisikan sesuai Kebijakan Menteri Perhubungan.

* - Menyusun dan menetapkan ketentuan tentang standar kinerja operasi penggunaan jaringan dan jasa telekomunikasi.

* - Menyusun dan menetapkan ketentuan tentang biaya interkoneksi.

- Menyusun dan menetapkan ketentuan tentang standardisasi alat dan perangkat telekomunikasi.

II. Wewenang Pengawasan

* - Mengawasi kinerja operasi penyelenggaraan jasa dan jaringan telekomunikasi yang dikompetisikan.


* - Mengawasi persaingan usaha penyelenggaraan jasa dan jaringan telekomunikasi yang dikompetisikan.


* - Mengawasi penggunaan alat dan perangkat penyelenggaraan jasa dan jaringan telekomunikasi yang dikompetisikan.

III. Wewenang Pengendalian

* - Memfasilitasi penyelesaian perselisihan.

* - Memantau penerapan standar kualitas layanan.

STANDARDISASI

BRTI juga berhak menentukan standadisasi sebagai suatu unsure penunjang pembangunan dalam usaha optimasi pendayagunaan sumber daya dan seluruh kegiatan pembangunan. Perangkat standardisasi termasuk juga perangkat Pembina dan pengawasan sangat berperan dalam peningkatan perdagangan dalam negeri dan internasional, pengembangan industri nasional, serta perlindungan terhadap pemakai (operator maupun masyarakat)

Tujuan akhir kegiatan standardisasi adalah terwujudnya jaminan mutu. Dengan demikian standardisasi dapat digunakan sebagai alat kebijakan pemerintah untuk menata struktur ekonomi secara lebih baik dan memberikan perlindungan kepada umum.

Selain BRTI terdapat UNDANG – UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO 36 TAHUN 1999 yang mengatur tentang telekomunikasi. Pada Bab III dan Bab IV pada bagian umum pertama, terdapat pasal – pasal yang mengenai tentang larangan penyelenggara telekomunikasi. Pasal – pasalnya yaitu sebagai berikut :

BAB III

Pasal 5

(1)
Dalam rangka pelaksanaan pembinaan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pemerintah melibatkan peran serta masyarakat.

(2)
Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa penyampaian pemikiran dan pandangan yang berkembang dalam masyarakat mengenai arah pengembangan pertelekomunikasian dalam rangka penetapan kebijakan, pengaturan, pengendalian, dan pengawasan di bidang telekomunikasi.

(3)
Pelaksanaan peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diselenggarakan oleh Iembaga mandiri yang dibentuk untuk maksud tersebut.

(4)
Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (3) keanggotaannya terdiri dan asosiasi yang bergerak di bidang usaha telekomunikasi, asosiasi profesi telekomunikasi, asosiasi produsen peralatan telekomunikasi, asosiasi pengguna jaringan dan jasa telekomunikasi, dan masyarakat intelektual di bidang telekomunikasi.

(5)
Ketentuan mengenai tata cara peran serta masyarakat dan pembentukan lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian umum pertama :

Pasal 7

(1)

Penyelenggaraan telekomunikasi meliputi :

a.
penyelenggaraan jaringan telekomunikasi;

b.
penyelenggaraan jasa telekomunikasi;

c.
penyelenggaraan telekomunikasi khusus.

(2)
Dalam penyelenggaraan telekomunikasi, diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

a.
melindungi kepentingan dan keamanan negara;

b.
mengantisipasi perkembangan teknologi dan tuntutan global;

c.
dilakukan secara profesional dan dapat dipertanggungjawabkan;

d.
peran serta masyarakat.

Pasal 15

(1)
Atas kesalahan dan atau kelalaian penyelenggara telekomunikasi yang menimbulkan kerugian, maka pihak-pihak yang dirugikan berhak mengajukan tuntutan ganti rugi kepada penyelenggara telekomunikasi.

(2)
Penyelenggara telekomunikasi wajib memberikan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kecuali penyelenggara telekomunikasi dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut bukan diakibatkan oleh kesalahan dan atau kelalaiannya.

(3)
Ketentuan mengenai tata cara pengajuan dan penyelesaian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

PELANGGARAN OPERATOR TELEPON SELULER

Persaingan yang begitu ketat mengakibatkan operator lama berani membanting harga jual yang dulunya tinggi menjadi lebih rendah dari biasanya. Muncul pertanyaan, apakah operator telepon seluler tidak rugi dengan menjual harga yang jauh dari harga biasanya.

BRTI pun melakukan pengkajian lebih lanjut dan menghasilkan data bahwa harga produksi untuk tarif bicara yang dikenakan operator telepon seluler rata-rata Rp 75 per 30 detik. Sementara untuk layanan pesan singkat (SMS) bisa di bawah 50 persen dari tarif bicara tersebut. ?Bahkan, untuk tarif sesama operator (on net) seharusnya gratis Sumber : Committee Member BRTI, Kamilov Sagala. Dari hasil kajian BRTI ditemukan juga, Telkomsel mematok tarif Rp 300-Rp 1.500 per 30 detik ke sesama pengguna layanan Telkomsel. Sedangkan untuk panggilan ke operator lain tarifnya Rp 1.300-Rp 1.600. Lalu untuk SMS tarifnya berkisar Rp 299-Rp 350 per SMS.

Sedangkan tarif Indosat untuk produk IM3 lebih murah dari harga yang dipatok Telkomsel. Untuk tarif bicara sesama operator per 30 detik dikenai tarif Rp 250-Rp 500. Sedangkan untuk panggilan antaroperator dikenakan tarif Rp 650 - Rp 775 per 30 detik. Sementara untuk tarif SMS antara Rp 150-Rp 500 per SMS. ?Dari pemahaman ini, sebenarnya harga-harga yang lain itu bisa jauh lebih murah,? papar Kamilov lebih lanjut. Biaya produksi SMS pun, seharusnya tidak sebesar itu. Sebab, biaya produksi SMS semakin lama semakin turun. Menurut Kamilov, harga produksi SMS saat kajian itu dilakukan mencapai Rp 74. Seharusnya saat ini sudah turun 50%. Kendati begitu, BRTI tak kuasa menekan operator seluler untuk menurunkan tarif.

Komisi pengawasan Persaingan usaha memutuskan bahwa enam dari 10 operator telepon seluler terbukti melakukan praktek kartel dalam menentukan tariff layanan pesan pendek. KPPU pun mengatakan konsumen dirugikan hingga Rp.2 triliun. Majelis hakim menjatuhkan ssansi berupaa denda miliaran rupiah kepada keenam operator tersebut, yaitu Excelcomindo, Telkomsel,Telkom, Bakrie Telecom, Mobile 8 dan Smart Telecom. Majelis KPPU menegaskan perjanjian tertulis antar para operator untuk mengatur kisaran harga bagi SMS merupakan bukti praktek kartel yang dilakukan 6 operator telepon seluler tersebut.

Isi Perjanjian itu, “melarang operator telpon selular memasang harga SMS di bawah Rp 250, padahal menurut hitungan harga SMS bisa dipatok Rp 114 rupiah.” Beberapa operator sudah menurunkan tariff dasar SMS mendekati wajar. Tetapi beda dengan operator yang menurunkan tariff sebagai harga promosi saja.

Sudah jelas ketiga operator tersebut melakukan kartel telepon seluler, bagaimana kah dampaknya pada konsumen yang sudah dirugikan hingga milyaran rupiah karena pengkartelan yang dilakukan oleh operator dalam persaingan perindustrian?

DAMPAKNYA PADA KONSUMEN

Dampak Negative pada konsumen yaitu konsumen telah dirugikan berupa materi hingga jutaan rupiah bahkan jika pengkartelan ini tidak diketahui oleh masyarakat konsumen dapat dirugikan hingga milyaran rupiah.

Dampak positif yang didapat konsumen yaitu konsumen dapat menikmati persaingan tariff antar operator yang memasang harga lebih murah dari biasanya. Tetapi seharusnya masyarakat lebih selektif dalam memilih mana operator yang baik dan yang tidak baik.

V. SIMPULAN

1. system regulasi telekomunikasi di Indonesia sudah sangat jelas dan sangat berfungsi untuk melindungi konsumen dari persaingan industri telekomunikasi.

2. terbukti 6 operator melakukan pelanggaran berupa pengkartelan. Mereka melakukan perjanjian yang isinya melarang menetapkan tariff sms maupun telepon dibawah Rp.250 rupiah, padalah harga asli dipatok Rp.114 rupiah.

VI. SOLUSI

Solusi untuk kasus ini yaitu dengan memperketat lagi pengawasan BRTI, dan juga masyarakat untuk diminta lebih selektif untuk memilih operator – operator telepon seluler. Selain itu pemerintah seharusnya tidal lagi mengeluarkan izin baru bagi operator yang berminat pada sector telepon seluler. Jumlah operator telepon seluler saat ini sangat banyak dan sudah cukup untuk memberikan layanan bagi masyarakat.

Menurut penulis, penambahan jumlah operator telepon seluler dikawatirkan justru membuat investasi di sector telepon seluler menjadi kurang menarik. Jika ada operator baru yang berminat dalanm jasa telekomunikasi, sebaiknya masuk ke fixed line atau sambyngan telepon rumah. Alasannya karena untuk telepon rummah membutuhkan investasi baru karena dalam layanan ini, sambungan telpeon rumah masih minim.

VII. DAFTAR PUSTAKA.

http://antaranews.com/

http://www.xphone.com/

http://www.wikipedia.com/

http://www.telkomsel.com/

http://www.indosat.com/

Sudarman, Ari (2004) “teori ekonomi makro” Penerbit PT.BPFE, Yogyakarta

2 komentar:

Subhan Afifi mengatakan...

Ok dea.. selamat atas blognya. Tapi seharusnya yang diupload di blog tulisan2 singkat, versi makalah kan dikirim via email ke saya. Biar blognya lebih enak dibaca.. ok

Subhan Afifi mengatakan...

Referensi yang dari buku2 koq kurang banget ya?